
* SEKJEN FORUM BPD KECAMATAN KLATEN SELATAN
*KOORDINATOR LEMBAGA STUDI POLITIK HUKUM DAN PERDAMAIAN INDONESIA
Analisis Mendalam, Fakta, dan Implikasi Jika Dana Desa Dihilangkan**
Sejak hadirnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, wajah pembangunan di Indonesia mengalami perubahan besar. Untuk pertama kalinya dalam sejarah republik, desa menjadi subjek pembangunan, bukan sekadar objek. Pemerintah pusat kemudian menggelontorkan Dana Desa (DD) dalam jumlah sangat besar—mencapai Rp 71 triliun pada 2024–2025—yang disalurkan kepada lebih dari 74 ribu desa.
Walaupun sudah satu dekade berjalan, kenyataannya banyak desa masih sangat bergantung pada aliran dana dari pusat. Ketika wacana penurunan atau penghapusan Dana Desa muncul di ruang publik, banyak yang khawatir: Jika Dana Desa dihilangkan, apa yang dapat dilakukan desa? Mampukah desa mandiri secara finansial?
Artikel ini menyajikan analisis komprehensif, berbasis data, dan disusun dengan bahasa yang mengalir. Tujuannya adalah mempertajam pemahaman tentang persoalan fiskal desa dan sekaligus menawarkan pandangan jangka panjang tentang kemandirian desa.
1. Latar Belakang Dana Desa: Tujuan dan Mandat Hukum
Dana Desa merupakan kebijakan fiskal strategis yang lahir dari amanat UU Desa, yaitu memberi kewenangan, pendanaan, dan ruang gerak bagi desa untuk menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan.
Secara filosofis, Dana Desa memiliki tiga misi besar:
1. Mengurangi ketimpangan antarwilayah.
2. Meningkatkan layanan publik di tingkat desa.
3. Mendorong kemandirian dan ekonomi lokal.
Secara teknis, Dana Desa menjadi bagian dari mekanisme Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dalam APBN yang setiap tahunnya mengalir ratusan triliun rupiah ke daerah. Dari sisi fiskal nasional, Dana Desa bukan sekadar bantuan, tetapi instrumen pemerataan pembangunan.
2. Gambaran Besar: Mengapa Desa Masih Bergantung pada Dana Pusat?
Walaupun otonomi desa diberikan secara luas, alasan ketergantungan pada dana pusat cukup kuat dan dapat dijelaskan melalui lima faktor utama berikut.
2.1. Kewajiban Desa Lebih Berat daripada Sumber Pendapatan Lokal
UU Desa memberi desa tanggung jawab besar: menyelenggarakan pemerintahan, pelayanan, pembangunan, pemberdayaan, dan kemasyarakatan. Namun, kewenangan ini tidak dibarengi basis pendapatan lokal yang memadai.
Desa memerlukan biaya untuk:
Operasional kantor, Kegiatan pemerintahan, Layanan dasar masyarakat.
Pembangunan fisik.
Program pemberdayaan dan prioritas nasional seperti stunting.
Tanpa transfer pusat, tugas-tugas ini nyaris tidak mungkin dibiayai. Inilah akar ketergantungan fiskal desa.
2.2. Rendahnya Pendapatan Asli Desa (PADes)
Data Kemenkeu dan BPS menunjukkan bahwa PADes rata-rata hanya menyumbang sebagian sangat kecil dari total pendapatan desa. Sementara itu, Dana Desa dan Alokasi Dana Desa (ADD) menjadi porsi terbesar.
Sumber PADes meliputi:
Hasil usaha (misalnya sewa aset desa).
Hasil badan usaha (BUMDes).
Iuran swadaya masyarakat.
Kerja sama antar desa.
Namun potensi ini terbatas oleh:
Skala ekonomi desa yang kecil.
Terbatasnya basis pungutan dan pajak lokal.
Ketiadaan aset produktif yang kuat.
Bahkan banyak desa yang PADes-nya tidak mencapai 5% dari total pendapatan.
2.3. Struktur Ekonomi Desa Didominasi Sektor Primer
Sebagian besar desa mengandalkan pertanian dan usaha mikro yang margin keuntungannya rendah. Di banyak tempat, peluang investasi terbatas, industri tidak berkembang, dan akses pasar belum optimal.
Konsekuensinya:
Desa sulit mengembangkan sumber pendapatan besar.
BUMDes sulit maju tanpa modal dan kapasitas manajerial.
Desa tidak punya instrumen fiskal seperti pajak daerah.
Kondisi ini membuat desa mustahil membiayai pembangunan skala besar tanpa intervensi pusat.
2.4. Kapasitas Administrasi dan Manajerial yang Belum Merata
Kunci kemandirian desa bukan hanya modal, tetapi kapasitas mengelola keuangan dan usaha. Banyak perangkat desa masih kesulitan dalam:
Penyusunan perencanaan pembangunan.
Pengelolaan BUMDes secara profesional.
Penilaian risiko usaha.
Tata kelola transparansi dan akuntabilitas.
Variasi kemampuan antar desa sangat tinggi. Akibatnya, sebagian desa bisa berinovasi, tetapi sebagian besar masih bergantung pada transfer.
2.5. Kebijakan Nasional Memang Didisain untuk Transfer
Perlu dipahami bahwa ketergantungan ini bukan kesalahan desa semata, melainkan karena sistem fiskal Indonesia memang dirancang untuk mendistribusikan anggaran dari pusat ke daerah.
Tujuannya agar:
Ketimpangan berkurang.
Pembangunan merata.
Desa tidak tertinggal.
Karena itu, Dana Desa bukan hanya “bantuan”, melainkan instrumen kebijakan nasional.
3. Bukti Empiris: Dana Desa Efektif, Tapi Tidak Merata
Berbagai studi menunjukkan bahwa Dana Desa berkontribusi pada penurunan kemiskinan pedesaan, terutama di daerah dengan kapasitas tata kelola yang baik. Infrastruktur kecil seperti jalan usaha tani, drainase, jembatan desa, posyandu, dan embung terbukti meningkatkan produktivitas masyarakat.
Namun hasilnya tidak merata. Ada desa yang mampu mengoptimalkan Dana Desa, tetapi ada pula yang hanya menyalurkan bantuan tunai tanpa membangun kapasitas ekonomi jangka panjang.
4. Skenario Jika Dana Desa Dihilangkan: Dampak dan Risiko Nyata
Menghapus Dana Desa secara mendadak dapat menimbulkan dampak serius baik jangka pendek maupun jangka panjang. Berikut analisis paling realistis jika Dana Desa benar-benar tidak lagi diberikan.
4.1. Dampak Jangka Pendek
1. Pembangunan infrastruktur desa terhenti
Hampir semua pembangunan jalan desa, drainase, fasilitas air bersih, posyandu, dan sarana publik lainnya didanai Dana Desa. Tanpa DD, pembangunan fisik akan berhenti.
2. Layanan masyarakat terganggu
Operasional pemerintahan desa selama ini juga mendapat sokongan dari DD dan ADD. Menghilangkan DD berarti desa kehilangan pendanaan untuk:
koordinasi,
layanan administrasi,
kegiatan kelembagaan desa.
3. Program pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan mandek
Program seperti:
BLT Dana Desa,
penanganan stunting,
pelatihan UMKM,
akan terganggu secara drastis.
Keluarga miskin sangat terdampak.
4.2. Dampak Menengah: Ketimpangan Meningkat
Desa kaya yang memiliki PADes besar dan potensi pariwisata atau perkebunan mungkin mampu bertahan. Tetapi desa-desa di wilayah tertinggal akan terpukul.
Ketimpangan antar desa akan melebar. Ketimpangan antar kabupaten juga meningkat karena pemerintah kabupaten harus menanggung beban lebih besar.
4.3. Dampak Jangka Panjang: Kemandirian Desa Justru Makin Jauh
Menghapus Dana Desa bukan membuat desa mandiri, tetapi justru
mengurangi kapasitas desa untuk membangun fondasi ekonomi,
melemahkan BUMDes karena tidak ada modal awal,
menghambat pertumbuhan ekonomi lokal, menurunkan kualitas SDM desa.
Kemandirian desa mustahil dicapai hanya dengan mengurangi bantuan tanpa menyediakan alternatif yang realistis.
**5. Apa yang Bisa Dilakukan Desa Jika Dana Desa Dihilangkan?
Alternatif Strategis yang Realistis**
Meski penghapusan Dana Desa bukan langkah bijak, kita tetap dapat membayangkan apa strategi desa jika transfer tersebut benar-benar berkurang.
Berikut enam strategi realistis yang dapat dilakukan.
---
5.1. Optimalisasi dan Profesionalisasi BUMDes
BUMDes memiliki potensi besar, tetapi keberhasilannya tergantung pada:
model bisnis yang jelas,
manajemen profesional,
akuntabilitas,
studi kelayakan,
akses pasar.
BUMDes bisa bergerak di sektor:
wisata,
air bersih,
pengelolaan sampah,
perdagangan hasil pertanian,
jasa logistik,
energi mikro.
Namun membutuhkan modal, pendampingan, dan inovasi.
---
5.2. Meningkatkan PADes Secara Bertahap
PADes bisa diperkuat melalui:
pemetaan aset desa,
penyewaan tanah kas desa,
pengolahan pasar desa,
kerja sama usaha antar desa,
pengelolaan parkir,
usaha layanan dasar.
Namun peningkatan PADes adalah proses lama—butuh 5–10 tahun untuk mencapai level signifikan.
---
5.3. Kerja Sama Klaster Antar Desa
Ini strategi efektif yang sering diabaikan. Desa-desa dapat bekerja sama membentuk klaster usaha:
klaster pengolahan hasil pertanian,
klaster wisata,
klaster logistik,
klaster industri rumahan.
Skala ekonomi meningkat sehingga usaha lebih menguntungkan.
---
5.4. Mencari Sumber Pembiayaan Non-APBN
Alternatif pembiayaan dapat berasal dari:
CSR perusahaan,
hibah LSM,
kerja sama dengan universitas,
pembiayaan syariah dan mikro untuk UMKM,
program kementerian lain yang tidak melalui Dana Desa.
Namun sifat pendanaan ini tidak stabil dan bergantung pada proposal.
---
5.5. Transformasi Ekonomi Desa
Desa bisa bergerak menuju ekonomi bernilai tambah:
pengolahan hasil pertanian,
digitalisasi pemasaran produk lokal,
pengembangan wisata edukasi dan budaya,
penggunaan teknologi pertanian.
Transformasi ini memerlukan SDM terlatih dan akses pasar yang kuat.
---
5.6. Peningkatan Tata Kelola dan Kapasitas Perangkat Desa
Tidak ada kemandirian desa tanpa:
perencanaan yang baik (RPJMDes, RKPDes),
transparansi APBDes,
kualitas SDM perangkat yang meningkat,
kemampuan melakukan analisis dan pengawasan.
Program pelatihan dan pendampingan jangka panjang sangat penting.
---
**6. Apa Kebijakan yang Lebih Masuk Akal?
(Pandangan Kebijakan dan Rekomendasi)**
Daripada menghapus Dana Desa, kebijakan yang lebih masuk akal adalah:
---
6.1. Reformulasi Dana Desa
Dana Desa tidak harus dihapus, tetapi dapat direformasi:
proporsi untuk pemberdayaan ekonomi harus diperbesar,
insentif untuk desa berprestasi,
pengetatan pengawasan.
---
6.2. Peningkatan Kapasitas BUMDes dan Akses Pasar
BUMDes harus diberikan:
akses modal,
pendampingan profesional,
koneksi ke pasar nasional,
teknologi digital.
Transformasi BUMDes adalah jalan paling realistis menuju kemandirian.
---
6.3. Penguatan Aset dan Data Desa
Pemetaan aset desa secara digital dapat menjadi dasar pengelolaan ekonomi yang lebih sehat. Desa juga perlu menggunakan data untuk perencanaan.
---
6.4. Kerja Sama Antar Desa sebagai Strategi Nasional
Pemerintah pusat dapat membuat program klasterisasi desa untuk menciptakan sentra ekonomi regional yang lebih efisien.
---
7. Kesimpulan: Dana Desa Belum Bisa Dihilangkan, Kemandirian Desa Harus Didesain, Bukan Dipaksakan
Fakta menunjukkan bahwa:
Desa masih sangat bergantung pada Dana Desa karena struktur ekonomi dan fiskalnya memang belum kuat.
Menghapus Dana Desa tanpa strategi transisi yang matang akan menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan pemerintahan yang serius.
Kemandirian desa harus dibangun—bukan dipaksakan.
Untuk menuju desa mandiri, strategi realistis harus dilakukan: memperkuat BUMDes, meningkatkan PADes, melakukan klasterisasi usaha, meningkatkan kapasitas perangkat desa, dan memanfaatkan aset lokal secara cerdas.
Dana Desa adalah investasi negara bagi masa depan desa. Menghapusnya berarti melemahkan akar pembangunan Indonesia. Jalan terbaik adalah memperbaiki, bukan menghapus.






0 Comments:
Posting Komentar