![]() |
| LATIF SAFRUDDIN Sekretaris BPD Desa Sumberejo |
Demokrasi bukan hanya urusan negara atau politik di tingkat nasional. Demokrasi justru menemukan akar dan maknanya yang paling murni di ruang-ruang kecil, di lingkungan sosial tempat masyarakat berinteraksi sehari-hari. Salah satu ruang demokrasi terkecil itu adalah kepemimpinan RT (Rukun Tetangga) dan RW (Rukun Warga). Struktur ini sering dianggap sepele, tetapi sesungguhnya memegang peranan vital dalam mengatur dinamika sosial, administrasi, hingga pembangunan masyarakat di tingkat bawah.
Saya sendiri, sebagai seorang pendatang di Dusun Padangan Desa Sumberejo, mengalami langsung bagaimana sulitnya mendorong perubahan ketika kepemimpinan RT/RW tidak berjalan dengan baik. Warga banyak mengadu kepada saya mengenai praktik kepemimpinan yang tidak demokratis, cenderung otoriter, lambat dalam pelayanan, dan kurang adil dalam mengambil keputusan. Dari keresahan itulah, saya bersama beberapa teman berinisiatif mengadakan pemilihan langsung RT/RW.
Esai ini merupakan refleksi dan gagasan mendalam dari pengalaman tersebut—sebuah perjalanan kecil namun penuh makna tentang bagaimana demokrasi dapat dihidupkan dari akar rumput.
Tantangan Kepemimpinan di Tingkat RT/RW
RT dan RW bukan sekadar jabatan administratif. Ia adalah simbol representasi warga, penghubung antara masyarakat dengan pemerintahan desa, sekaligus penanggung jawab kehidupan sosial sehari-hari.
Namun, di Dusun Padangan, muncul berbagai keluhan:
1. Tidak demokratis – keputusan diambil sepihak tanpa musyawarah
2. Cenderung otoriter – kepemimpinan dijalankan dengan gaya “saya pemimpin, maka saya benar.
3. Kurang cekatan – urusan administrasi warga lambat diselesaikan.
4. Tidak adil – ada perlakuan berbeda antara satu warga dengan warga lain.
Kondisi ini menimbulkan frustrasi di kalangan masyarakat. Padahal, keadilan dan keterbukaan adalah kebutuhan dasar dalam kepemimpinan di tingkat paling kecil. Jika di tingkat RT saja sudah tidak demokratis, bagaimana masyarakat bisa percaya pada demokrasi di level lebih tinggi?
Inisiatif Pemilihan Langsung
Melihat situasi yang tidak sehat, saya bersama teman-teman tergerak untuk melakukan langkah konkret: menginisiasi pemilihan langsung RT/RW.
Inisiatif ini berangkat dari keyakinan bahwa:
Kepemimpinan harus lahir dari legitimasi warga.
Demokrasi harus dipraktikkan, bukan hanya dibicarakan.
Perubahan tidak akan datang jika hanya menunggu, tetapi harus diupayakan.
Proses mengajak warga tentu tidak mudah. Ada resistensi dari sebagian pihak yang sudah nyaman dengan kondisi lama. Ada pula keraguan: “Apakah mungkin RT dipilih langsung? Bukankah selama ini hanya ditunjuk atau diwariskan begitu saja?”
Namun, melalui dialog dan sosialisasi, perlahan warga mulai memahami bahwa memilih pemimpin langsung adalah hak sekaligus kewajiban mereka. Dengan pemilihan terbuka, warga dapat menilai siapa yang lebih pantas memimpin dan melayani.
Manfaat Demokrasi di Lingkungan Terkecil
Pemilihan langsung RT/RW di Dusun Padangan memberi banyak pelajaran berharga. Ada empat manfaat utama yang saya amati:
1. Demokratisasi yang nyata
Warga memiliki kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri maupun memilih. Tidak ada lagi monopoli kekuasaan, karena mandat diberikan langsung oleh masyarakat.
2. Partisipasi sosial meningkat
Proses pemilihan membuat warga merasa terlibat. Mereka tidak lagi pasif, melainkan aktif menyuarakan pendapat dan kepentingannya.
3. Akuntabilitas kepemimpinan
Pemimpin yang terpilih melalui suara rakyat menyadari bahwa ia memegang amanah publik. Ia tidak bisa lagi semena-mena, karena sewaktu-waktu dapat dikritisi atau diganti.
4. Keadilan sosial lebih terjaga
Karena semua keputusan dipantau bersama, pemimpin cenderung lebih berhati-hati dan adil dalam bersikap.
Tantangan sebagai Pendatang
Menjadi seorang pendatang di desa bukan hal mudah. Ada stigma bahwa pendatang sebaiknya “ikut saja” dan tidak perlu banyak bicara, apalagi mengubah tatanan yang sudah ada. Namun, saya percaya bahwa demokrasi justru membutuhkan keberanian untuk berbicara, sekalipun datang dari luar lingkaran lama.
Awalnya memang sulit. Ada cibiran, ada keraguan, bahkan ada penolakan. Tetapi ketika niat baik dilakukan dengan tulus dan hasilnya membawa manfaat, perlahan masyarakat mulai menerima. Di sinilah saya belajar bahwa perubahan sosial memerlukan kesabaran, komunikasi, dan ketulusan.
Demokrasi sebagai Latihan Sosial
Pemilihan RT/RW di Dusun Padangan bukan sekadar memilih siapa yang akan memimpin. Lebih jauh, ini adalah latihan berdemokrasi bagi masyarakat. Jika di lingkungan kecil mereka sudah terbiasa memilih, berdiskusi, dan menghormati hasil pemungutan suara, maka mereka juga akan lebih matang dalam menghadapi demokrasi di level desa, kabupaten, hingga nasional.
Artinya, demokrasi tidak lahir dari atas, melainkan dari bawah. Dari lingkaran paling kecil kehidupan warga, demokrasi tumbuh menjadi budaya bersama.
Pengalaman sebagai inisiator pemilihan RT/RW di Dusun Padangan Desa Sumberejo memberikan pelajaran berharga bagi saya: perubahan memang sulit, tetapi bukan mustahil. Demokrasi bisa dibangun dari hal-hal kecil, bahkan dari unit terkecil masyarakat.
Pemimpin yang demokratis, adil, dan cekatan bukanlah hasil warisan atau penunjukan, melainkan hasil dari suara rakyat. Ketika warga berani menentukan pilihan dan terlibat langsung, maka kehidupan sosial pun akan menjadi lebih sehat.
Mungkin langkah ini kecil, hanya sebuah pemilihan RT/RW. Tetapi saya percaya, dari langkah-langkah kecil inilah masa depan demokrasi Indonesia bisa lebih kuat.







0 Comments:
Posting Komentar