Rabu, 03 September 2025

KORUPSI DI PROYEK KLATOS



Klatos berdiri megah tapi masih ada pejabat yang korupsi 


Berikut analisis mendalam dan tajam terkait penetapan Sekda Kabupaten Klaten—Jajang Prihono (JP)—sebagai tersangka dalam dugaan korupsi pengelolaan sewa Plaza (Klaten) Town Square (KLATOS), beserta tinjauan regulasi yang dilanggar, disajikan secara sistematis:

---

1. Fakta Kasus (Ringkasan)

Pada 27 Agustus 2025, Kejati Jawa Tengah menetapkan Sekda Klaten, Jajang Prihono (JP), sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan penyewaan Plaza Klaten tahun 2019–2022, dengan kerugian keuangan negara sekitar Rp 6,887 miliar. 

Selain JP, turut ditetapkan Joko Sawaldi (JS), Sekda periode 2016–2021, yang juga diduga terlibat sebelumnya dalam penyusunan perjanjian sewa tanpa prosedur lelang dan berisi klausul merugikan Pemkab Klaten (jangka waktu sewa melebihi 5 tahun, pembayaran bulanan, sewa hanya dihitung dari area yang terisi) .

Pemkab Klaten sudah mengajukan pemberhentian sementara JP kepada BKN, yang berarti gaji hanya dibayarkan 50 % dan tunjangan dihentikan .

---

2. Opini Mendalam & Analisis Tajam

a) Kerentanan sistem birokrasi dan tata kelola ASN

Penetapan dua pejabat tinggi birokrasi (Sekda aktif dan mantan Sekda) sebagai tersangka menunjukkan struktur birokrasi pemerintah kabupaten yang rawan dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Kelalaian dalam prosedur seleksi mitra dan klausul kontrak lemah merupakan indikasi buruk tentang lemahnya pengelolaan aset daerah.

b) Peran pengawasan internal yang lemah

Idealnya, Inspektorat, BKD/BPKD, dan bagian hukum seharusnya mengecek integritas dan proporsionalitas klausul kontrak. Tetapi, adanya penyimpangan—seperti durasi sewa melebihi maksimal (5 tahun), pembayaran bulanan, hanya untuk tenant terisi—mengindikasikan pengawasan internal gagal mendeteksi potensi kerugian ekonomi.

c) Aspek transparansi dan accountability

Tidak diberlakukannya mekanisme seleksi mitra secara terbuka dan prosedural berarti pintu korupsi terbuka lebar. Transparansi seharusnya menjadi pilar pengelolaan aset publik, tetapi praktik ini melenceng karena kira-kira “pragmatisme” atau nepotisme, daripada prinsip good governance.

d) Dampak sosial-politik

Kasus ini menggerus tingkat kepercayaan publik terhadap birokrasi, memperkuat stigma bahwa jabatan menjadi lahan pengamanan kepentingan sempit. Praktik seperti ini perlu dihentikan dengan memperkuat integritas kelembagaan.

---

3. Tinjauan Regulasi

Aspek / Peraturan Ketentuan Utama Pelanggaran Diduga

PP No. 27 tahun 2014 (Pengelolaan BMN/BMD) Pemanfaatan/sewa aset daerah harus menguntungkan dan diawasi Perjanjian sewa yang merugikan hingga Rp 6,8 miliar.

Permendagri No. 19 tahun 2016 (Pedoman Pengelolaan BMD) Sekda sebagai pengelola BMD harus memastikan proses pemanfaatan sesuai prosedur Penandatanganan sewa tanpa pemilihan mitra, klausul buruk, durasi sewa melebihi ketentuan (5 tahun).

PPMD setempat (contoh Permendagri/Perda sewa BMD) Sewa maksimal 5 tahun, pembayaran dimuka, hasil sewa disetor ke kas daerah Dalam praktik: sewa bulanan, sewa hanya atas area terisi, jangka waktu melebihi 5 tahun, potensi kebocoran kas daerah.

UU No. 31 / UU No. 2 tahun 2001 (Tipikor) Pasal 2 ayat (1) – memperkaya diri/korporasi menyebabkan kerugian keuangan negara. Pasal 18 – memperumit pidana. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP – pembantu/supervisi. JP dan JS terindikasi melakukan perbuatan yg memperkaya orang lain/korupsi merugikan negara, tanpa prosedur. Idinentifikasi jelas sebagai tindak pidana. 

---

4. Kesimpulan dan Rekomendasi

Integritas publik bergeser ke titik kritis—dua sekda tersandung kasus kerugian ratusan juta rupiah menunjukkan sistem birokrasi daerah sangat rawan penyimpangan.

Penegakan hukum tegas oleh Kejati Jateng patut diapresiasi—penahanan, penetapan tersangka, dan pendalaman kasus sebenarnya memberi sinyal bahwa praksis koruptif tidak akan ditoleransi.

Reformasi internal penting dilakukan, termasuk:

Strengthening audit internal Inspektorat.

Implementasi e-proc dan sistem transparan untuk pemanfaatan aset daerah.

Pelatihan etik dan tata kelola BMD bagi pejabat pengelola daerah.

Perbaikan ke depan harus menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk memperkuat pengelolaan aset, kepercayaan publik, dan tata pemerintahan yang bersih (good governance).

Latif Safruddin

Ketua Lembaga Studi Politik, Hukum dan Perdamaian

 Sekretaris BPD Sumberejo





0 Comments:

Posting Komentar