![]() |
| LATIF SAFRIDDIN SEKJEN FORUM BPD KLATEN SELATAN PEGIAT MEDSOS DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT |
[Catatan Kecil Peningkatan Kapasitas Kecamatan Klaten Selatan]
1. Mengapa Peningkatan Kapasitas Itu Penting?
Kegiatan yang diadakan Dispermasdes Kabupaten Klaten selama dua hari ini di Yogyakarta, dengan menghadirkan para kepala desa dan ketua BPD se-Kecamatan Klaten Selatan, bukanlah sekadar rutinitas birokrasi. Ia adalah bagian penting dari ikhtiar membangun kapasitas kepemimpinan desa. Desa, dalam konteks otonomi saat ini, bukan lagi sekadar kepanjangan tangan pemerintah kabupaten. Desa adalah subjek pembangunan yang berdaulat, yang memiliki ruang, dana, kewenangan, dan tanggung jawab langsung pada warganya.
Peningkatan kapasitas diperlukan agar para pemimpin desa tidak terjebak pada pola lama: administratif, pasif, dan birokratis. Desa perlu pemimpin yang visioner, kolaboratif, dan berani mengambil keputusan demi kepentingan masyarakat. Di sinilah pentingnya forum bersama kepala desa dan BPD, karena kepemimpinan desa bukan hanya soal individu, melainkan kerja kolektif.
2. Kepala Desa dan BPD: Mitra, Bukan Rival
Kerap kita dengar, relasi antara kepala desa dan BPD berjalan dalam ketegangan. Ada yang saling curiga, ada yang berebut pengaruh, bahkan ada yang terjebak konflik kepentingan. Padahal, desain regulasi dalam UU Desa menempatkan BPD bukan sebagai “oposisi”, melainkan mitra yang sejajar. Kepala desa berperan sebagai eksekutif, BPD sebagai legislatif desa, keduanya diikat oleh satu kepentingan: membangun kesejahteraan rakyat desa.
Agenda peningkatan kapasitas ini menjadi momen strategis untuk meluruskan pemahaman: kebersamaan jauh lebih produktif daripada perseteruan. Jika kepala desa dan BPD bersatu, maka Musrenbangdes bisa benar-benar partisipatif. APBDes bisa disusun dengan transparan. Peraturan Desa bisa lahir bukan dari kepentingan segelintir orang, melainkan dari kebutuhan masyarakat.
3. Tantangan Desa di Era Sekarang
Ada beberapa tantangan serius yang tengah dihadapi desa:
Pengelolaan Dana Desa yang kian besar, namun rawan disalahgunakan jika tidak dikelola dengan transparansi dan akuntabilitas.
Partisipasi masyarakat yang kadang masih rendah, karena warga desa merasa pembangunan hanya urusan elite desa.
Ekonomi desa yang masih rapuh, ditambah ancaman urbanisasi dan minimnya inovasi lokal.
Keterbukaan informasi, di mana desa dituntut mampu mengelola data, digitalisasi, dan transparansi publik.
Dalam konteks ini, kepala desa dan BPD harus bisa menjadi motor penggerak. Kepala desa tidak bisa bekerja sendirian, sementara BPD pun tidak boleh hanya duduk sebagai “stempel” kebijakan.
4. Belajar dari Kebersamaan
Di Yogyakarta, tempat acara berlangsung, para kepala desa dan BPD Klaten Selatan bisa belajar banyak hal. Kota ini dikenal karena kuatnya modal sosial dan budaya gotong royong. Desa-desa di sekitar Yogyakarta pun telah membuktikan bahwa kolaborasi antara pemerintah desa, BPD, dan masyarakat dapat melahirkan inovasi luar biasa: desa wisata, koperasi kreatif, hingga pengelolaan aset desa yang produktif.
Kebersamaan bukan sekadar jargon. Ia adalah energi yang mampu menggerakkan mesin pembangunan desa. Tanpa kebersamaan, sebesar apa pun dana dan kewenangan desa, hanya akan habis dalam konflik internal. Dengan kebersamaan, bahkan keterbatasan bisa diubah menjadi kekuatan.
5. Desa sebagai Basis Kemajuan Bangsa
Agenda ini harus dibaca lebih luas: membangun kapasitas kepala desa dan BPD bukan hanya untuk desa itu sendiri, tetapi juga untuk masa depan bangsa. Desa adalah fondasi Indonesia. Jika desa kuat, maka bangsa akan kokoh. Jika desa maju, maka kota pun tidak akan menjadi pusat beban.
Dalam perspektif pembangunan nasional, peran desa semakin strategis. Desa bukan lagi obyek, tetapi subyek pembangunan. Ia punya potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan kearifan lokal. Yang diperlukan adalah kepemimpinan desa yang mampu mengelola potensi itu dengan baik.
6. Agenda Kebersamaan untuk Klaten Selatan
Dari forum ini, ada beberapa gagasan strategis yang bisa menjadi pijakan:
1. Penguatan Perencanaan Partisipatif – Kepala desa dan BPD harus bersama-sama mengawal Musrenbangdes agar benar-benar menyerap aspirasi warga.
2. Transparansi Anggaran – APBDes harus dipublikasikan secara terbuka. BPD harus berperan aktif sebagai pengawas, bukan sekadar formalitas.
3. Inovasi Desa – Desa perlu dorongan untuk melahirkan usaha bersama, BUMDes yang sehat, dan pengelolaan aset produktif.
4. Digitalisasi dan Keterbukaan Informasi – Desa harus beradaptasi dengan era digital, baik dalam pelayanan publik maupun dalam promosi potensi lokal.
5. Kebersamaan Kepala Desa–BPD – Relasi harus dibangun di atas trust (kepercayaan), komunikasi yang sehat, dan orientasi kepentingan publik.
7. Penutup: Desa Maju karena Kebersamaan
Agenda dua hari di Yogyakarta hanyalah awal. Yang lebih penting adalah implementasi nyata di lapangan. Desa tidak akan maju jika kepala desa dan BPD berjalan sendiri-sendiri. Desa tidak akan kuat jika energi hanya habis untuk konflik.
Peningkatan kapasitas harus diterjemahkan menjadi peningkatan kualitas kepemimpinan, keberanian berinovasi, dan kemauan untuk membangun desa dengan prinsip kebersamaan. Jika Klaten Selatan mampu menjadi contoh, maka desa-desa lain akan mengikuti. Pada akhirnya, kebersamaan inilah yang akan menjadi fondasi desa maju, mandiri, dan berdaya.







0 Comments:
Posting Komentar